Truestory-M-I merupakan mantan Narapidana Terorisme (Napiter) Poso yang kini telah kembali kepangkuan NKRI. Ditengah kesibukannya, ia berkesempatan bercerita pengalamannya kepada redaksi truestory.id.
Akibat perbuatannya ia harus mendekam di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Makassar, Sulawesi Selatan selama kurang lebih dua tahun pada tahun 2019.
Saat itu, MI dinyatakan bersalah karena terlibat
aksi pembakaran salah satu Gereja di Poso, Sulawesi Tengah.
Ia mengaku terjebak dalam kelompok radikal, karena belajar dari media sosial youtube. Setelah itu, dirinya memilih bergabung dengan salah satu kelompok ternama di wilayah Kabupaten Poso.
Dari kelompok itu, MI memperoleh jaringan Telegram kelompok radikal yang terhubungan dengan jaringan ISIS di Suriah.
“Pada tahun 2017 saya sudah membayat diri sendiri,dan berangkat ke Kabupaten Morowali untuk membentuk kelompok Jamaah Ansharut Daulah(JAD) Morowali, ” bebernya belum lama ini.
Dia menjelaskan, misi dari kelompok JAD pada saat itu melakukan aksi amaliah dengan menyasar tempat hiburan (diskotik) yang ada di dalam perusahaan PT. IMIP, serta menyasar senjata aparat kepolisian yang melakukan pengamanan di dalam perusahaan tersebut.
Lanjut MI, selama mengikuti Taqlim di salah satu Pondok Pasantren di Poso, dirinya bisa bergabung dalam link kelompok radikal yang terhubungan langsung dengan jaringan ISIS.
Bagaimana tidak, melalui Link Telegram tersebut ia banyak mendapat ilmu perakitan bom.
Kata IM, keterlibatannya sebagai simpatisan kelompok DPO MIT merupakan sebuah kesalahan dalam mendalami ilmu agama.
MI kini telah menyatakan tidak lagi mau berhubungan dengan kelompok DPO MIT maupun simpatisan yang ada di Kabupaten Poso atau kelompok JAD Morowali.
“Berhubung saya sudah menikah dan kini hanya menumpang tinggal, serta belum memiliki pekerjaan tetap dan kini bekerja sebagai pegepul solar di Pertamina Tambarana dan kembali ke kehidupan normal,” ujarnya.
MI mengaku bersedia membantu aparat keamanan khususnya Polri dalam memberikan informasi terkait kegiatan radikal yang ada di Kabupaten Poso.
“Apapun yang terjadi dengan kesadaran diri sendiri tanpa paksaan maupun imbalan dari aparat keamanan maupun instansi lainnya,saya menyatakan diri tidak akan kembali bergabung dengan kelompok radikal baik yang ada di Poso maupun Morowali,” tegasnya.
MI dinyatakan bebas dari Lapas Makassar pada bulan April tahun 2021 lalu.
Ia berharap, Pemerintah juga kiranya melalui aparat keamanan, serta instansi yang berwenang akan hal radikalisme dan terorisme, bisa lebih meningkatkan dan memperhatikan taraf hidup para eks napiter yang ingin kembali ke pangkuan NKRI.
Aparat penegak hukum di Sulawesi Tengah terus menggencarkan upaya deradikalisasi terhadap Eks Napiter, simpatisan maupun terhadap keluarga pelaku terorisme. Namun dari pengalaman yang ada, setidaknya sikap manusiawi aparat hukum memiliki peran dalam mengubah pemahaman napi terorisme (napiter).
Kini Pemerintah berkomitmen untuk terus memerangi paham radikal dan terorisme. Bagiamana tidak, radikalisme dan terorisme semakin hari semakin berkembang. Bahkan, kelompok terorisme di Indonesia sudah banyak melibatkan remaja termasuk wanita.
Tak bisa dipungkiri pula, penyebaran dan racun untuk masuk dalam pemahaman radikal kian hari semakin intens melalui jaringan media sosial dan juga website di internet, sehingga dengan mudah mempengeruhi setiap orang terjerumus dalam lingkaran tersebut.
Sikap aparat hukum dalam menangani kasus terorisme ternyata merupakan salah satu kunci dalam mengubah pemahaman napi terorisme (napiter) terkait konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). (Arief)