BANGGAI, TRUE STORY – Sebagai bentuk kepedulian akan keberlangsungan hidup Maleo atau dalam nama ilmiah Macrocephalon maleo, PT Donggi Senoro LNG (DSLNG) membangun Pusat Konservasi Eksitu Maleo.

Didirikan sejak tahun 2013, pusat konservasi ini dibangun di sekitar lokasi Kilang LNG Donggi Senoro. Konservasi Eksitu Maleo menjadi yang pertama di Indonesia bahkan di dunia, dengan didedikasikan untuk melindungi burung endemik Sulawesi (Maleo).

Dilengkapi dengan fasilitas yang memadai seperti inkubator penetasan dan area pemeliharaan sementara, pusat konservasi ini memiliki peran penting dalam upaya pelestarian maleo yang terancam punah.

Sesuai data International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), Maleo termasuk dalam jenis satwa yang terancam punah. Saat ini, burung maleo masuk dalam daftar 25 spesies prioritas perlindungan yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Kementerian LHK sebagai upaya pelestarian spesies langka Indonesia.

External Communication Supervisor PT DSLNG, Rahmat Azis mengatakan memulai program konservasi Maleo, DSLNG bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan dan Kehutanan serta Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tengah dan peneliti Universitas Tadulako.

Terhitung sejak tahun 2013 hingga 2023 sudah ada sekitar 127 ekor anakan burung maleo yang di lepas liarkan ke Suaka Margasatwa Bangkiriang, terletak di Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai.

“Untuk saat ini burung yang ada di Pusat Konservasi Eksitu Maleo berkisar 22 ekor, terbagi mulai dari usia 5 sampai 10 tahun,” terangnya.


Apa yang dilakukan di pusat konservasi?

Pusat konservasi eksitu berperan dalam perkembangbiakan maleo. Bersama tim ahli, PT DSLNG berupaya membudidayakan maleo di lingkungan luar habitatnya untuk meningkatkan populasi, dengan menggunakan peralatan yang ada seperti inkubator.

Karena pada dasarnya burung maleo yang bertelur itu tidak kemudian mengerami telurnya, ia lebih memilih mengubur telurnya di dalam pasir yang memiliki panas geothermal alami hingga menetas.

Cara unik ini dilakukannya karena telur burung maleo itu sangatlah besar jika dilihat dari bentuk tubuhnya yang terhitung kecil.

Di pusat Konservasi Eksitu Maleo ini juga, burung – burung akan dikontrol kesehatan nya, dan apabila ada burung yang sakit atau pun cedera akan mendapatkan perawatan intensif.

“Rehabilitasi ini kami lakukan bertujuan menjauhkan maleo dari para pemburu. Sebab banyak orang mengincar Burung maleo karena baik satwanya maupun telurnya berharga mahal dan peminatnya cukup banyak,” kata Rahmat Azis.

Dikatakan Rahmat, nantinya burung maleo yang berhasil dikembangbiakkan di pusat konservasi akan kembali dilepas ke alam dimana habitat aslinya.


Mengapa konservasi maleo penting?

Menurut Rahmat, konservasi maleo sangat penting, selain untuk menjaga populasi, maleo juga menjadi simbol identitas dan kebanggaan masyarakat Sulawesi, contohnya di Kabupaten Banggai maleo menjadi ikon atau simbol dari daerah ini.

“Maleo juga memiliki nilai budaya yang tinggi bagi masyarakat Banggai. Keunikan, keindahan serta ciri khasnya menjadi daya tarik burung ini,” katanya.

Sementara itu, keberadaan burung maleo menjadi indikator kesehatan lingkungan. Dimana maleo berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem alam.

Maka dari itu, kata Rahmat, dengan menciptakan lingkungan yang terkendali, konservasi eksitu memberikan jaminan hidup bagi burung maleo, terutama telur dan anak burung yang sangat rentan terhadap predator.

Sebagai satu – satunya tempat penangkaran burung maleo di luar habitatnya, Pusat Konservasi Eksitu Maleo PT DSLNG, juga sekaligus menjadi tempat edukasi bagi masyarakat tentang bagaimana pentingnya melestarikan satwa endemik ini.

Pusat konservasi tersebut bahkan menjadi tempat yang ideal untuk melakukan penelitian mengenai biologi, perilaku, dan kebutuhan hidup burung Maleo.