PARIGI MOUTONG, TRUE STORY – Terkait adanya sentilan bahasa yang keluar dari mulut Hadianto Rasyid menyebut wilayah Pantai Timur, saat melakukan kampanye di Huntab Talise, terus menjadi sorotan dari warga Parimo yang ada di Kota Palu dan sebagainya warga Parigi di berbagai media sosial dan jadi perbincangan publik.
Salah satu tokoh masyarakat Parigi yang juga senior di Himpunan Mahasiswa Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah Syamsidi Laeheo, angkat bicara.
Setelah melihat hasil rekaman video dari ucapan petahana Pilwalkot Palu Hadianto Rasyid, ia secara pribadi menyikapi hal itu sesuatu yang sama sekali tidak menyinggung.
“Apalagi sebagian besar masyarakat Parigi menyikapi ucapan itu biasa-biasa saja,” katanya.
Menurutnya, ia sama sekali tidak merasa tersinggung dengan ucapan Hadianto Rasyid.
“Karena kalau dilihat secara kewilayahan ataupun Undang-Undang, tidak ada namanya wilayah Pantai Timur, yang ada itu wilayah Kabupaten Parigi Moutong,” ucapnya.
Ia menjelaskan, berdasarkan data STJS atau IDM (Indeks Desa Membangun) dari Kementerian Desa Tertinggal, hasil evaluasi terakhir ada tiga Kabupaten di Sulawesi Tengah yang sudah keluar dari desa tertinggal, Kabupaten Parimo tidak di sebutkan, artinya saat ini dalam Indeks Desa Membangun Kabupaten Parimo masih sangat tertinggal dan itu sangat objektif.
“Kalaupun pantai timur yang di arahkan mensasar wilayah Parimo bagi saya sah – sah saja,” ujarnya.
Ia berharap, pernyataan Hadianto Rasyid jangan sampai dipolitisir ke hal-hal untuk menjadi negatif kempain, karena wilayah Kabupaten Parigi Moutong dan Kota Palu berdasarkan Undang-Undang berbeda.
“Saudara-saudaraku yang meras diri orang Parigi untuk tidak melakukan gerakan apapun, karena jangan sampai gerakan kita di tunggangi kepentingan sesaat, atau kelompok-kelompok tertentu yang hanya meraup keuntungan dari hal-hal yang sebenarnya bukan jadi masalah,” jelasnya
Ia melarang dan menghimbau dengan tegas bagi warga yang KTP Parimo untuk tidak turun melakukan gerakan di Kota Palu karena wilayah yang berbeda.
“Masih ada cara yang lebih arif dalam menyikapi pernyataan itu,” pintahnya.
Bagi dia, seharusnya yang meras tersinggung itu Pemerintah daerah Kabupaten Parimo, karena salah satu contoh Perda No 5 Tahun 2020 Tentang Rencana tata ruang wilayah Parimo yang corat marut.
“Kacau balau dengan sistem sonasi tidak pernah di laksanakan dan itu objektif yang di katakan Hadianto Rasyid,” tuturnya.
“Jangan merasa di tunggangi kepentingan politik karena ada momentum Pilkada, saya berharap untuk tidak melanjutkan niatnya karena jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak di inginkan,” harap Syamsidi Laeho.