Surakarta,truestory.id – menegaskan bahwa jiwa merupakan hak seluruh peserta Jaminan Kesehatan Nasional (). Dalam Workshop bertema “Layanan Kesehatan Jiwa Hak Seluruh Peserta” di Surakarta.

Direktur Utama Kesehatan, Ghufron Mukti, menekankan pentingnya akses layanan jiwa yang setara dengan layanan kesehatan fisik.

Ghufron mengungkapkan, pemanfaatan layanan kesehatan jiwa terus meningkat. Sepanjang 2020–2024, biaya yang dikeluarkan mencapai Rp6,77 triliun dengan 18,9 juta kasus.

Skizofrenia tercatat sebagai kasus terbanyak, yakni 7,5 juta kasus dengan pembiayaan Rp3,5 triliun. Tahun 2024 saja, terdapat 2,97 juta rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) ke rumah sakit.

“FKTP bukan hanya pintu masuk layanan kesehatan jiwa, tetapi juga pengelola pengobatan jangka panjang, koordinator, serta pemberi layanan komprehensif,” jelasnya.

Ia juga mendorong deteksi dini melalui skrining Self Reporting Questionnaire-20 (SRQ-20) yang bisa diakses publik di situs resmi BPJS Kesehatan.

Psikolog klinis, Tara de Thouars, menilai langkah BPJS ini selaras dengan kebutuhan masyarakat.

Data Kemenkes menunjukkan 1 dari 10 orang Indonesia mengalami masalah , dengan 39,4 persen di antaranya remaja.

Menurut Tara, stigma negatif membuat banyak orang enggan mencari bantuan profesional.

Sementara itu, RSJD Dr. Arif Zainudin Surakarta menegaskan kesiapan mendukung peserta , dengan lebih dari 90 persen pasien rawat inap merupakan peserta program tersebut.

Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, menambahkan bahwa skrining dini harus lebih digaungkan, agar layanan kesehatan jiwa bisa semakin inklusif dan merata, termasuk di daerah 3T.