Palu,truestory.id – Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulawesi Tengah menyatakan keberatan atas langkah Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Tengah yang memanggil pihak TVRI Sulteng untuk memberikan klarifikasi terkait pemberitaan mengenai salah satu komisioner KPID yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi program Perumda Palu senilai Rp1,3 miliar.

Dalam pernyataan sikap yang dikeluarkan pada Senin, 7 Oktober 2025, IJTI Sulteng menilai tindakan KPID tersebut tidak tepat dan bisa ditafsirkan sebagai bentuk tekanan terhadap kebebasan pers, khususnya terhadap lembaga penyiaran publik seperti TVRI.

“Langkah pemanggilan itu berpotensi menjadi bentuk intimidasi terhadap kerja jurnalistik dan independensi redaksi,” tegas IJTI Sulteng dalam pernyataannya yang ditandatangani oleh Ketua IJTI Sulteng Rolis Muchlis dan Koordinator Divisi Advokasi Heri Susanto.

IJTI menegaskan, sebagai lembaga pengawas penyiaran, KPID seharusnya memahami mekanisme penyelesaian sengketa pemberitaan yang telah diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Menurut IJTI, apabila KPID Sulteng merasa dirugikan oleh isi pemberitaan, langkah yang seharusnya ditempuh adalah menggunakan hak jawab atau hak koreksi, bukan dengan melayangkan surat pemanggilan klarifikasi yang justru dapat dianggap sebagai bentuk intervensi terhadap kebebasan redaksi.

“Pers memiliki peran vital dalam menyampaikan informasi kepada publik dan wajib dilindungi, bukan ditekan,” ujar Rolis Muchlis.

IJTI Sulteng juga menyatakan dukungan penuh kepada TVRI Sulawesi Tengah untuk tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip jurnalistik, bekerja profesional, dan menjaga independensi redaksinya dalam menyajikan informasi yang akurat serta berimbang.

Dalam penegasannya, IJTI mengingatkan seluruh pihak, termasuk lembaga negara seperti KPID, agar menghormati kebebasan pers sebagai pilar keempat demokrasi. Penggunaan kewenangan secara berlebihan yang dapat menghambat kerja jurnalistik dinilai sebagai kemunduran dalam upaya menjaga iklim pers yang sehat di daerah.

“Setiap upaya yang dapat mengganggu kebebasan pers harus dilawan. Negara wajib menjamin perlindungan bagi insan pers dalam menjalankan tugasnya,” tutup Rolis Muchlis.