Palu,truestory.id – Debat kedua Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulteng di Kota Palu memunculkan perdebatan sengit tentang indikator keberhasilan pemerintahan, dengan Ahmad Ali mengkritisi rekam jejak Anwar Hafid.
Debat ini disiarkan secara langsung di televisi dan kanal YouTube KPU Sulteng, dengan tema “Meningkatkan Kesejahteraan dan Pelayanan Kepada Masyarakat Sulawesi Tengah.”
Ketiga pasangan calon, yakni Ahmad Ali-Abdul Karim Aljufri (nomor urut 1), Anwar Hafid-Reny Lamadjido (nomor urut 2), dan Rusdy Mastura-Sulaeman Agusto (nomor urut 3), saling memaparkan visi-misi serta bertukar tanya jawab.
Momen menarik terjadi ketika Abdul Karim Aljufri dari paslon nomor urut 1 bertanya kepada paslon nomor urut 2 mengenai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai tolok ukur keberhasilan pemerintahan.
“Apakah LHP BPK dapat dijadikan indikator keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan?” tanya Abdul Karim, yang akrab disapa AKA.
Menanggapi pertanyaan ini, Reny Lamadjido menekankan bahwa LHP BPK memang merupakan instrumen penting dalam menilai pengelolaan keuangan daerah, terutama dalam fungsi pengawasan.
Anwar Hafid, calon gubernur nomor urut 2, menguatkan pernyataan tersebut dengan menjelaskan bahwa LHP dari BPK mencerminkan tata kelola keuangan yang baik.
“LHP adalah salah satu alat ukur keberhasilan tata kelola keuangan pemerintah daerah,” ujar Anwar.
Ahmad Ali pun merespons jawaban tersebut dengan mengungkap fakta terkait rekam jejak Anwar Hafid selama memimpin Morowali.
“Selama sepuluh tahun Pak Anwar menjabat bupati, hanya dua kali meraih opini WTP, selebihnya opini WDP dan bahkan Disclaimer,” ungkap Ahmad Ali.
Ia menegaskan pentingnya rekam jejak ini agar pengalaman kepemimpinan tak sekadar menjadi bahan kampanye tanpa bukti nyata kinerja.
Ahmad Ali juga menggarisbawahi perlunya tata kelola pemerintahan yang lebih baik ke depan, guna memastikan Sulteng tidak lagi menerima opini keuangan yang buruk dari BPK.
Paslon nomor urut 1 itu pun berkomitmen untuk membangun birokrasi yang profesional, dengan menempatkan pejabat berdasarkan kompetensi, bukan kedekatan dengan pemimpin daerah.
Sebagaimana diketahui, opini WTP merupakan cerminan akuntabilitas instansi pemerintah, yang diharapkan menjadi standar di semua level pemerintahan.